Will you?

Image

Banyan Tree Bangkok, tempat pilihan Tantra untuk melangsungkan segala rencana spesial yang sudah direncanakan jauh sebelum kepergiannya ke kota ini. Bisa dibilang tempat ini adalah paket lengkap, ada hotel, rooftop pool, dan rooftop dining dalam satu gedung. Namun hal terakhirlah yang menjadi daya tarik terbesar baginya untuk menjatuhkan pilihan sebagai tempat singgah selama di Bangkok, karena tujuan penting lainnya di luar urusan pekerjaan adalah rencana kejutan untuk Azalea.

Yang hendak diberi kejutan sama sekali clueless, bahkan innocent. Pikirnya, ya makan malam biasa. Kalaupun harus bermewah, gak akan lebih dari makan malam spesial berdua seperti di Jakarta (name it SKYE, Henshin, dan beberapa restoran ternama dengan view sebagai nilai tambah). Beruntungnya, Azalea membawa baju rapih untuk dapat memantaskan diri pada acara makan malam ini.

Perencanaan Tantra memang matang, tapi tidak boleh lupa untuk mengucapkan terima kasih pada Wibi yang turut mendukung dan membantu semuanya. Mulai dari booking akomodasi sana-sini, mengatur jadwal Tantra sedemikian rupa supaya tertata dengan baik hingga kepulangan, dan tentunya masih bisa mengatur keperluannya sendiri. Wibi akan selalu bebas di luar perihal pekerjaan, termasuk pada malam ini. Kalau Tantra dan Azalea makan malam di rooftop hotel, maka Wibi sekarang sudah pergi entah ke sudut kota Bangkok yang mana.

Tidak ada pelayanan spesial hingga sepasang kekasih ini duduk di meja bertanda RESERVED, mereka seperti pelanggan biasa yang hendak makan malam dan membaur dengan orang lainnya. Meskipun, meja yang dipesan Tantra agak menjorok ke salah satu sisi rooftop sehingga tidak terlalu nampak atau terekspos dalam sekilas pandang. Meja yang tersedia juga biasa saja, tidak ada hiasan bunga atau lainnya yang menampakkan bahwa itu adalah meja spesial. Benar-benar seperti makan malam biasa, tapi bagi Tantra ini bukanlah momen yang biasa...

“Enak, Za?” “Hm, enak! Aku suka yang ini, seafoodnya kaya authentic gitu. Beda sama kalau kita makan di Jakarta pun.” “Itu menu utamanya di sini, best seller. Syukurlah, pesanan utamaku gak salah.” “Padahal kenapa gak nanya dulu, sih? Segala ngumpet-ngumpet, tau-tau reservasi. Berarti ini udah dari lama, ya, dipesannya?” “Hahaha, enggak, sayang. Gak se-lama itu, kok.”

Azalea baru saja menyelesaikan main course dengan sajian seafood dimaksud, matanya lalu mengedar ke pemandangan yang terhampar indah dengan gemerlap lampu kota. Ujung bibirnya melengkung, senyum tipis nan menenangkan itu berhasil ditangkap netra Tantra dan membuatnya ikut tersenyum. Berakhir pada kedua pasang netra itu saling tatap dengan penuh kehangatan...

“Aku suka, mas. Makasih, udah ke sini...” “Aku senang, kalau kamu senang.”

“Za, aku...mau jujur sama kamu.” “Jujur...? Tiba-tiba...?” “Aku lihat interaksi kamu sama Mamaku waktu itu, dan sampai sekarang hal itu belum bisa lepas dari pikiran. Aku agaknya tau apa yang Mama omongin, dan kiranya itu juga yang bikin kamu wondering akan beberapa hal dari aku.”

Azalea tidak menjawab, tapi atmosfer yang ia rasa seolah-olah memang baik ia maupun Tantra tertuju ke arah yang sama. Ia menunggu Tantra untuk menjelaskan...

“Apa yang Mama bilang itu benar, aku yang sekarang adalah hasil dari kembalinya diri aku yang dulu, yang sebenarnya. Sebelum ini, aku gak begitu, Za...”

“Aku...pernah dicampakkan begitu dalam, setelah menjalani hubungan yang cukup lama. Memang saat itu masih usianya sekolah dan kuliah, tapi rasa sakitnya sampai bikin aku, yang notabene seorang pria dengan mengutamakan logika, merasakan luka yang begitu nyata.”

“Kesalahanku untuk menaruh semua kepercayaan dan perasaan ke satu orang, yang ujungnya sudah tahu kalau akan kecewa. Yah, namanya juga lagi dibutakan cinta. Omongan orang masuk telinga kiri, keluar telinga kanan. Sampai akhirnya aku gak percaya lagi sama cinta, bahkan untuk menaruh perasaan atau sekedar suka sama wanita pun aku enggan, Za...” Azalea bingung dibuatnya, “Lalu...mas Tantra...ke aku...sampai begini...? How...?” “Aku gak tahu apakah memang timing Tuhan saat itu lagi bekerja atau bagaimana, tapi saat aku berada di masa-masa terendah memikirkan soal hidup dan berbagai masalah bawaan masa lalu, kita...bertemu...di acara itu...”

“Aku memang pernah cerita soal ini, tapi biarkan kali ini aku cerita ulang dari nol.”

“Klasik banget sih, tapi waktu jadi private photographer di pernikahan Johnny aku betulan naksir sama kamu. Kamu kaya...magnet, aku gak bisa berhenti mandangin kamu. Saat itu juga, aku sadar kalau dilihatin sama dia. Tapi gak peduli, sampai akhirnya aku fotoin kamu, I swear that was second best photos aside of the wedding itself.

“Setelah kamu pulang, aku cuma bisa mikir: andai gak bisa ketemu lagi, seenggaknya foto itu sampai di kamu. Andai di lain kesempatan dengan kondisi yang mendukung masih dipertemukan, aku gak akan mikir dua kali untuk dekatin kamu.”

“Kedatangan kamu di acara launching juga udah rahasia umum, awalnya aku gak akan datang karena bisa diwakilkan. Tapi karena itu kamu, dan ketika dicari tahu kalau kamu itu orang yang...ya, you know, lagi-lagi aku gak mikir dua kali.”

“Kalau disuruh jabarin alasan lain, gak ada. Menurutku, perasaan yang benar-benar ada gak perlu dijabarin dengan detail. Niat dan tujuan aku ke kamu, begini adanya. Aku harap kamu bisa tangkap penjelasan tadi, yang entah cukup atau tidak untuk kamu. Also, I'm sorry for just sharing about my past to you right now. I was trying to find a good time, or maybe trying to create the moment but didn't managed to do so. Maaf, kalau sekiranya di kamu jadi gak berkenan...”

Azalea termenung tenang, seakan-akan yang diutarakan Tantra memang harus ia dengar. Tidak ada emosi berarti, namun jauh di dalam hatinya, ada perasaan yang membuatnya yakin bahwa Tantra is the one. Entah datang dari mana, tapi itu yang bisa Azalea yakini.

“Mas Tantra, justru aku yang terima kasih sama kamu. Terima kasih sudah jujur, walaupun bukan di awal hubungan kita. Terima kasih, karena di sisi aku pun, mas Tantra juga sosok yang bisa bikin aku kembali ke Azalea yang seharusnya. Aku gak tau harus bilang apa lagi, tapi aku yakin kalau kita dipertemukan karena satu sebab hal buruk yang sama namun untuk sama-sama bangkit dari itu. Di awal aku sempat heran, kenapa mas Tantra seolah-olah paham sama apa yang aku lewati? Ternyata, kamu juga melewati hal yang sama. Bahkan mungkin trust issue yang mas punya jauh lebih besar, so...I guess we have to thank God to let us know and meet each other.“ “Kadang, Za, aku bertanya-tanya. Kenapa kamu gak pernah nanya soal ini ke aku? I mean, most girls always dig many things from their opposite.“ “...setelah melewati banyak hal, aku berprinsip kalau masa lalu tiap individu adalah urusannya masing-masing. Aku dengan masa laluku, itu urusanku yang harus diselesaikan. Begitupun dengan kamu, dan untuk kita hanyalah bagaimana saling menerima. Manusia itu gak sempurna, kan? Setiap orang gak selalu 'bersih', they have faults and flaws, and I don't want to stuck on that kind of thoughts anymore. Aku cuma ingin bahagia, dengan masa kini dan masa mendatang yang jadi tempatnya...”

”...dan orang yang saat ini ada dalam benak untuk jalanin masa-masa itu adalah kamu, Tantra Langit.”

Tantra yang diam semakin membisu. Harusnya itu pick up line dia, tapi kenapa malah Azalea yang mengucapkan? Rasanya, seperti tersalip...

“Kalau boleh tau, kenapa mas panggil aku 'Za'?” “Al udah ada yang panggil, Lea juga udah. Meskipun aku masuk ke hidup kamu dengan katakanlah...cepat, aku gak mau geser hal apapun yang sejak awal udah ada di hidup kamu. Biar mereka yang punya panggilan itu tetap manggil dengan caranya sendiri, dan biarkan aku datang ke hidup kamu dengan hal yang baru dan sesuai porsinya.”

Hawa di sekitar semakin malam semakin hangat, selaras dengan perasaan dan keseriusan Tantra pada Azalea. Semakin obrolan ini didalami, semakin bertambah juga keyakinannya untuk mengeksekusi rencana dan maksud inti dari ajakan berliburnya.

“Azalea Kirana...” Yang dipanggil gugup karena nama penuhnya disebut, “...y-ya?” “Aku tau ini berlebihan, tapi aku harus jujur kalau yang ada dibayangan aku saat ini tuh gak jauh dari rumah tangga. Apalagi setelah gak sengaja lihat kamu masak dan urusin pekerjaan rumah waktu mau jemput yang kecepetan itu, aku...gak punya bayangan lain selain kamu yang jadi pendamping hidup. Tinggal di rumah yang layak, have kids, living a happy family... Ya, begitulah. Hahaha, sorry. Ngelantur banget, maklum cowok early 30s...”

“Aku siap untuk berkomitmen, beberapa hal duniawi sudah dirasa cukup dan bisa disesuaikan andai harus. Ke depannya, aku bisa kompromi untuk memenuhi bagian yang kurang bareng kamu. Begitupun sebaliknya...”

”Kita punya mimpi yang sama, dan dengan kamu yang aku rasa sudah mumpuni untuk bisa lanjut ke tahap selanjutnya, apa lagi yang harus ditunggu?”

Azalea yang tadinya duduk santai perlahan menegakkan posisi, perasaannya mendadak campur aduk seakan-akan setelah ini pasti akan terjadi sesuatu...

“Aku tahu, suasana ini sangat gak resmi. Tapi semoga gak mengurangi keseriusan yang ada malam ini...”

...dan benar saja, ada kejutan di hadapannya. Kejutan yang sebenarnya tidak terlalu mengagetkan, tidak juga mudah diprediksi, tapi momen terjadinya tetap menjadi hal yang tak diduga akan berlangsung saat ini.

Sebuah cincin dalam kotak beludru terbuka terpampang nyata di antara mereka, di atas permukaan tangan Tantra yang terjulur ke depan.

“Azalea Kirana, izinkan aku, untuk melamarmu sebagai istri...”